Rabu, 30 April 2014

Momentum Buruh, untuk Calon Buruh



Perjuangan Buruh, Perjuangan Kita
Momentum Hari Buruh, Untuk Para Calon Buruh
oleh Jeany Inayah

                Momemtum Hari buruh  yang di peringati setiap tanggal 1 Mei seringkali menjadi fenomena besar dimana perjuangan kelas pekerja dalam menuntut hak dan kesejahteraan serta keadilan kepada pemerintah sebagai regulator yang menentukan titik temu atara perusahaan dan serikat pekerja. Namun, seringkali juga momentum ini disalah artikan oleh banyak orang bahwa perjuangan pada hari buruh hanya untuk para buruh yang memang menjadi sebuah kebutuhan bagi mereka, sementara untuk tingkatan Mahasiswa, Petani, Nelayan, atau tingkatan Manajer, Dosen, Dekanat, Karyawan Kantoran yang menganggap dirinya bukan buruh hanya bersikap apatis menatap dibalik layar TV sambil berceloteh “aah kalian buruh banyak maunya”. Yang harus kita ketahui hari ini adalah bahwa buruh bukanlah seorang pekerja pada sebuah pabrik – pabrik, buruh dalam konteks ini adalah semua orang yang bekerja pada sebuah organisasi profit akan tetapi tidak memiliki alat produksi dan berstatus karyawan untuk menghasilkan laba untuk para investornya.
               

Sabtu, 11 Januari 2014

Resensi; " Menyoal Pemilu 2014" Catatan Awal Tahun Politik







 Oleh ; Almukromin ( Romi )
Resensi Terbitan Titik Press; “Menyoal Pemilu 2014”
Catatan Awal Tahun Politik
           
“Menyoal Pemilu 2014” adalah terbitan pertama sekaligus perubahan gaya dan bentuk penulisan yang di gagas oleh Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia ( GPPI ) Komisariat Kampus UIN Jakarta sebagai catatan awal tahun politik menuju pemilu 2014 bulan April mendatang. Berawal dari sebuah agenda diskusi rutin mingguan yang menganalisis Pemilu secara objektif dari segala sudut pandang, hingga melahirkan sebuah notulensi diskusi yang sengaja ditulis oleh para pemapar diskusi sekaligus penulis untuk menyajikan hasil analisis kepada khalayak umum untuk referensi serta bahan penimbang dalam persiapan pelaksanaan pemilu 2014 mendatang. Bentuk tulisan yang disajikan pada terbitan ini tidaklah terlihat beda jika disandingkan dengan tulisan – tulisan para aktifis bahkan bisa disebut dengan kaum revolusioner yang menyajikan data – data serta menganilis suatu keadaan secara objektif tanpa harus ‘pandang bulu’. Akan tetapi pandangan masyarakat umum tidaklah sama, tidak banyak juga yang berkata bahwa tulisan ini begitu frontal yang menurut sebagian orang akan membahayakan bagi penulis bahkan kelompok itu sendiri. Dan menurut saya, kebenaran akan tetap menjadi kebenaran yang memang harus di perjuangkan. Bahkan keluwesan bahasa yang digunakan penulis membuat kreatifitas menulis serta ruang berfikir menjadi semakin luas sehingga bukan menyajikan teori – teori kosong yang tidak sesuai dengan realita saat ini tetapi justru menyajikan sebuah gagasan yang terlahir dari kondisi objektif masyarakat saat ini.

Minggu, 05 Januari 2014

Pernyataan Sikap GPPI KOKAM UIN JAKARTA ; "TIPU MUSLIHAT KENAIKAN GAS ELPIJI MENUJU APRIL"


Negara Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, begitu pun dalam hal minyak dan gas bumi. Namun liberalisasi kebijakan dan ekonomi mendorong penguasaan asing terhadap kepemilikan sumber daya tersebut.
Rakyat kini mulai berteriak kembali atas apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dan pengusaha swasta pertamina. Runtutan agenda politik beserta kebijakan-kebijakan yang menghisap rakyat telah diatur dalam sajian dan peta politik menjelang pemilu April mendatang.
Disinyalir bahwa kenaikan gas elpiji hari rabu, 1 januari 2014 yang lalu adalah lahan basah bagi para koruptor untuk melancarkan aksinya. Kenaikan tersebut dipicu oleh kenaikan harga okok perolehan dan penurunan nilai mata uang ruoiah terhadap dolar, hal ini disebabkan oleh total kepemilikan asing terhadap gas indonesia.

Bayangkan saja jika gas yang kita miliki harus dikuasai asing terbesar 57% selain itu kita harus mendapat pengaruh inflasi yang terjadi terhadap pelemahan nilai mata uang rupiah terhadap dollar sebesar 0,13%. Dalam situasi seperti ini seharusnya pemerintah punya kendali yang kuat untuk menjaga stabilitas perekonomian negara dengan merujuk pada UUD 1945 pasal 33.

Lagi - lagi rakyat miskin Indonesia harus menjadi korban, sektor UMKM semakin tergerus dengan kenaikan harga gas tersbut. Peristiwa ini sengaja dimanfaatkan oleh para elit politik dan partai2 untuk pencitraan media dengan seolah - olah menanggapi hal ini. Namun kita lihat bagaimana permainan ini disajikan, buktinya sampai hari ini negara kita tetap diperbudak oleh negeri imperealis.

Oleh sebab itu kami dari Gerakan Pemudan Patriotik Indonesia (GPPI) Kokam UIN Jakarta menyatakn sikap ;
1. Menolak kenaikan harga gas elpiji penyebab kesengsaraan rakyat
2. Menolak Pemilu April mendatang bentuk manifestasi kebobrokan sistem dan rahim para koruptor
3. Lawan Rezim Komprador yang tunduk pada kebijakan negeri imperealis
4. Kembali pada Pancasila dan UUN 1945
— bersama Maharini Dian Pertiwi dan 15 lainnya.

Rabu, 04 Desember 2013

G-30-S & PKI
Konspirasi dibalik penanaman mindshet

Jika ada bagian sejarah yang dicat kelabu di atas kelabu, inilah bagian
itu. Orang-orang dan kejadian-kejadian tampak seperti kebalikan si
Schlemihl, seperti bayang-bayang yang kehilangan tubuh.1
Karl Marx, Th e Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte (1852)

            Bulan September merupakan bulan yang kelam bagi beberapa negara seperti Chile yang terjadi kudeta kekuasaan oleh para politisi sayap kanan terhadap pemerintahan yang berhaluan kiri dengan menumpas habis semua masyarakatnya yang berhaluan sosialis. Begitupun dengan sejarah kelam Indonesia, bulan September merupakan sejarah kelam dalam wacana perpolitikannya.
Tepat pada 30 september 1965 terjadi Gerakan 30 September yang lebih terknal dengan G-30-S. peristiwa penculikan tujuh jendral yang katanya dibunuh dengan sadis dan mayatnya dibuang ke lubang buaya. sebuah riak kecil ditengah-tengah samudra (soekarno) tetapi kenapa peristiwa ini seakan menjadi tragedi kemanusian yang begitu besar, bukankah pasca G-30-S terjadi penumpasan lebih 300.000 Jiwa masyrakat Indonesia yang katanya mereka adalah anggota maupun simpatisan PKI. Pertanyaannya adalah “apa hubungan G-30-S dengan PKI? “apa alasan yang factual untuk menyatakan bahwa G-30-s di dalangi oleh PKI? Dan “apa pembunuhan masal 300.000 jiwa pasca G-30-S  bukanlah tragedy kemanusian yang besar ketimbang pembunuhan tujuh jendral?
Sebuah pertanyaan sederhana yang semestinya dapat dijawab seluruh masyarakat Indonesia yang mengutuk habis-habisan PKI.
Kilas balik sejarah
Menjelang seperempat awal abad ke-20 bangsa Hindia Belanda perlahan mulai menemukan jati dirinya, cikal bakal aura menuju kemerdekaan mulai terasa diringi dengan kemunculannya organisasi-organisasi pergerakan yang di dirikan oleh para pemuda pribumi. Berdirinya SDI, Budi Utomo, Indische Partij, Muhammadiyah dan lain sebagainya.
            Memasuki tahun 1920, organisasi-organisasi pergerakan melahirkan partai-partai politik seperti PNI, PKI, Partindo dan lain sebagainya. Pada  masa ini bangsa pribumi sudah mulai mengenal ikatan nation, nama Indonesia sudah mulai popular khusunya di kalangan pelajar dan pemuda pribumi.
            Partai Komunis Indonesia lahir sejak perpecahan yang terjadi dalam Sarkat Islam. Sarekat Islam yang terbagi menjadi dua antara SI putih yang di prakarsai oleh gengnya H. Agus Salim dan kawan serta SI merah yang dimotori oleh  Semaun dkk. Dari Si merah inilah kemudian pada tahun 1919 semaun mendirikan PKH (Partai Komunis Hindia) dan kemudian pada tahun 1920 berubah lagi menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia).
 PKI adalah sebuah partai  dengan anggota kurang lebih tiga juta orang yang terdiri dari kaum buruh dan petani yang sangat terorganisir. Bahkan dia adalah partai politik pertama yang menggunakan kata Indonesia dalam oragnisasi politiknya. Kalau pemerintah berniat bersikukuh bahwa “PKI” mengorganisasikan G-30-S, maka pemerintah harus mampu menjelaskan siapa di dalam PKI yang mengorganisasikan gerakan tersebut. Apakah tiga juta anggota partai secara keseluruhan bertanggung jawab? Atau kah sebagian? Atau hanya pimpinan partai? Apakah pihak pimpinan itu Central Comite atau Politbiro? Sepanjang masa kepemimpinan Suharto pemerintah tidak pernah dengan telak mengidentiļ¬kasi siapa di dalam PKI yang bertanggung jawab. Malahan, dengan secara terus-menerus menggunakan istilah “PKI” masyarakat
digiring untuk percaya bahwa bukan hanya seluruh tiga juta anggota partai yang bertanggung jawab, tetapi juga siapa pun yang berhubungan dengan partai, seperti para anggota organisasi-organisasi sealiran (seperti Lekra), bertanggung jawab.

            Peristiwa  G-30-S lebih tepat dilihat sebagai deep politics (poiltik terselubung) untuk penumpasan PKI, pengambilalihan kekuasaan Negara oleh tentara, dan pergeseran tajam posisi strategis Amerika Serikat di Asia Tenggara.  Lewat kecerdikan si super hero (Suharto) teragedi G-30-S dikemas menjadi arena menarik untuk dimainkan. Lewat peran media, film documenter G-30-S, bahkan monumen kesaktian pancasila mencekoki masyarakat untuk terus mengingat dan membenci G-30-S atau PKI. Pada akhirnya saya harus mengatakan bahwa G-30-S adalah “konspirasi dibalik penanaman mindshet” yang secara berhasil telah mengelabui semua masyarakat untuk percaya dan mengutuk PKI meskipun ada atau tidak adanya alasan factual mereka. 
Intervensi Asing Dalam Pemilu 2014

Sudah menjadi rahasia umum dalam perjalanan perpolitikan Indonesia selalu syarat akan intervensi asing, sebuah bahaya laten yang akan mengancam kemandirian suatu bangsa, baik secara plitik, ekonomi, maupun dalam berbudaya. hal ini semakin menegaskan bahwa cita-cita founding father kita mengenai Trisakti sebagai suatu landasan Indonesia merdeka semakin jauh dari harapan.
Terangsang dari carut marutnya persiapan pemilu 2014 nanti, tulisan ini berusaha untuk memberikan gambaran betapa rentannya perpolitikan Indonesia terhadap Intervensi asing. ini dibuktikan lewat sejarah pemilu tahun 2009 yang dalam pelaksanaannya terdapat intervensi Amerika. Setiap pemilu, ada hukum yang tak tertulis, jika posisi Amerika memiliki pengaruh (pada pemilu). intervensi Amerika dalam proses pemilu, disebabkan guna mengamankan aset mereka di tangah pergantian penguasa di Indonesia. di tahun 2014 ini, saya lihat Amerika punya kepentingan karena banyak perusahaannya (Amerika) yang punya kontrak. Bukan cuma puluhan tapi sudah ratusan tahun di Indonesia. namun Amerika juga pasti berhitung jika harapan rakyat Indonesia berada pada kandidat yang bukan di pihaknya maka Amerikalah yang akan melakukan pendekatan.
 kenapa harus ada campur tangan asing? kenapa Amerika selalu ikut campur dalam perpolitikan Indonesia? kenapa pemerintah Indonesia tidak mampu membentengi diri dari campur tangannya? inilah yang harus kita jawab bersama-sama. Pada titik ini saya rindu pada kempimpinan Soekarno yang berdiri tegak untuk menolak intervensi asing dan bahkan dengan gagah berani keluar dari PBB dan “menantang” Presiden AS. Kapan ya punya pemimpin yang bertindak sebagai pahlawan bangsa untuk memerdekakan ekonomi Indonesia?
Dalam persiapan maupun sampai terselenggaranya pemilu 2009 kita tahu pemantau asing datang ke Indonesia . Menurut akreditiasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) setidaknya ada tujuh lembaga pemantau asing. Mereka adalah National Democratic Institut (NDI), Internasional Foundation For Electoral System (IFES), Frederich Naumann Stiftung fur die Freiheit (FNS), Anfrel Foundation (Asian for Free Elections Foundation), Australia Election Commission, The Carter Center, dan International Republican  Institut (IRI). untuk Pemilu 2009 lalu, Indonesia mendapat bantuan sebesar 37,5 juta dollar AS. Dana itu digunakan bagi Pemilu mulai dari proses sosialisasi hingga selesai dan pendanaan ini dikoordinasikan oleh Unaited Nations Developmen Programme (UNDP). Dana tersebut berasal dari berbagai negara donor di antaranya Inggris, Belanda, Spanyol, Amerika Serikat, Australia, serta perusahaan multinasional berasal dari AS yang bergerak di bidang pertambangan dan energi. Sebagian dana tersebut disalurkan ke lembaga swadaya masyarakat (LSM) guna sosialisasi Pemilu 2009 yang jumlahnya mencapai 1,43 juta dollar AS. Berdasarkan atas apa yang sudah terjadi pada pemilu 2009, pada pemilu 2014 nanti tidak menutup kemungkinan akan adanya bahaya intervensi asing yang melakukan peranannya kembali.
Dalam persiapan pemilu 2014 sejauh ini rapat paripurna DPR telah mengesahkan tujuh anggota KPU dan lima Banwaslu untuk periode (2012-2017) yang telah dipilih oleh komisi II DPR, Mereka yang terpilih adalah Sigit Pamungkas ( Dosen UGM), Ida Budhiati (Jawa Tengah), Arif Budiman (KPU Jawa Timur),  Husni K Manik (KPU Sumatra Barat), Ferry Kurnia Rizkiyansyah (KPU Jawa Barat), Hadar Nafis Gumay (Cetro), dan Juri  Ardiantoro (KPU DKI Jakarta. Sementara lima anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang terpilih  adalah Muhammad, Nasrullah, Endang Wihdatiningtyas, Daniel Zuchron, dan Nelson Simanjuntak. Team yang telah dibentuk ini diharapkan dapat menghindarkan campur tangan asing seperti yang telah terjadi pada pemilu 2009 tidak terjadi lagi. Namun, ketika harus menyoroti mengenani Independensi para anggota KPU dan Banwaslu yang telah terpilih, ada sedikit kekawatiran dikarenakan proses pemilihan oleh komisi II DPR lebih banyak bermuatan politik dan transaksional. karena dalam proses pemilihannya pun para anggota yang sudah terpilih lebih banyak melakukan safari dan bertemu dengan politisi-politisi di komisi II DPR. kondisi ini akan membuat mereka tidak netral dan lebih banyak terpengaruh oleh deal-dealan politik. semoga kekawatiran saya ini tidak terbukti.
sejalan dengan kekawatiran itu di media maupun pemberitaan ditelevisi telah menunjukan kepada masyarakat luas mengenai carut-marut penentuan Daftar Pemilih Tetap (DPT). ini terjadi dikarenakan data yang digunakan tetap sama dengan pemilu lalu yang juga di komparasikan dengan data dari Kementrian dalam Negeri, Kementrian Luar Negeri, dan hasil sensus e-KTP yang sampai detik ini masih belum rampung. dari kondisi inilah kemudian menjadikan sasaran empuk bagi asing untuk memainkan peranannya, lembaga pemantau aing seperti IFES dan sebagainya tidak hanya berperan sebagai pemantau seperti sebagaimana mestinya, Namun keterlibatan lembaga-lembaga asing ini ikut andil mulai dari proses persiapan, sosialisasi sampai dengan selesainya pemilu. selain campur tangan di dalam intern KPU intervensi asing juga hadir dalam LSM yang mereka bentuk.
Bahaya intervensi asing ini sangat kontras terhadap kondisi pemerintahan yang akan terpilih dalam pemilu nanti karena siapapun yang akan memenangkan pesta demokrasi dalam pemilu 2014 adalah pemimpin yang memenuhi syarat ketentuan yang mereka inginkan. hal ini menegaskan bahwa siapapun yang terpilih nanti tetap saja akan menjadi boneka mereka, boneka yang akan menjadi alat untuk melenggangkan kekuasaannya yang sudah ratusan tahun mengakar di Indonesia. dapat simpulkan bahwa pemilu pada 9 April 2014 mendatang hanyalah pesanan asing, suatu pesta demokrasi yang penuh dengan kebohongan. Oleh karena itu pemilu 2014 tidak akan merubah sistem pemerintahan di Indonesia dan tidak akan melahirkan Pemerintah yang  berdaulat serta dapat beridiri sendiri atas nama Bangsanya. pemerintah yang akan dilahirkan pada pemilu 21014 adalah pemerintah yang sama-sama bermental KOMPRADOR!
            Pemilu yang pada dasarnya tidak pernah tertulis dalam UUD 1945 sebagai sebgai sistem konstiusi bangsa, pun juga tidak sesuai dengan sistem kebudayaan gotong royong Indonesia yang seseuai sila ke-4 sebagai idiologi bangsa tidak akan mencapai suatu hasil yang baik dalam menciptakan suatu sistem pemerintahan yang baru. pemilu ini justru hanya akan menimbulkan berbagai macam persoalaan yang akan berdampak terhadap Negara pada umumnya dan masyarakat secara keseluruhan. Namun ketika memang Negara kita ini sudah terlanjur mengadopsi sistem pemilu yang ditawarkan bangsa asing ini, ada begitu banyak hal yang seharusnya diperbaiki.
Untuk mencapai Pemilu yang bersih jujur dan adil seharunya KPU dapat berdaulat dan menunjukan Independensinya sebagai suatu badan yang ditunjuk untuk menangani Pemilu. memegang teguh pendiriannya untuk menciptakan pemilu yang jujur,adil, lugas dan bersih. menangani sepenuhnya mulai dari penanganan sumber data, mekanisme dan prosedur, sosialisasi, serta anggaran. dan yang terpenting adalah membersihkan diri dari intervensi asing. Namun terlepas dari semua itu ada hal yang harus digaris bawahi, bahwa kesadaran masyarakat yang semakin baik─kesadaran masyrakat yang menganggap bahwa Pemilu hanya akan sia-sia saja.  bagi sebagian masyarakat Pemilu yang akan terjadi tidak akan melahirkan pemerintah yang bersih dan berdaulat atas nama rakyatnya. hal ini bukanlah keputusasaan bagi mereka justru ini adalah suatu signal yang baik bahwa masyarakat emakin cerdas! bahwa masyarakat semakin perduli terhadap nasib Bangsanya. Oleh karena itu, diperlukan semangat untuk terus memberikan transformasi kesadaran untuk  terus dibangun dan diarahkan dengan baik, sehingga harapan masyarakat akan terciptanya Negara yang mampu mensejahterakan masyarakatnya dapat tercapai.


Salam Ptriotik!

Selasa, 22 Oktober 2013

Patriotisme




Patriotisme, suatu paham yang berkeyakinan untuk rela mengorbankan jiwa dan raga atas dasar rasa cinta tanah air.
Nasionalisme, suatu paham yang menjunjung tinggi jati diri kepribadian bangsa sebagai identitas negara.
Komprador, aparat pemerintah yang memiliki kepentingan dan keberpihakan kepada pihak asing yang merugikan bangsa.
Kapitalisme, suatu paham yang menerapkan hukum alam sebagai suatu system perekonomian (yang kuat yang menindas)
Imperialisme, sistem politik yang bertujuan menjajah sumber daya suatu negara dan menciptakan ketergantungan di bidang ekonominya.
Kolonialisme, paham tentang penguasaan oleh suatu bangsa atas bangsa lain dengan maksud untuk memperluas wilayah kekuasaan negaranya.

Si Titik & Si Totok 2




Titik           : Ehhh,tok gue udah kuliah nih di universitas negeri..
Totok       : Ohyaaa?? Selamet deh, . Enak dong jadi mahasiswa???
Titik           : Hmmm,gak juga sih..
Totok       : Emang kenapa??Kan lu udah ospek,berarti udah sah jadi mahasiswa dong??hehehe…
Titik           : Yeeee,masa pengesahan ka